Header news

Kualitas Pendidik, Penentu Keberhasilan Kurikulum Pendidikan di Indonesia?

AfgNews - Di tengah gencarnya pembaruan sistem pendidikan nasional, dari Kurikulum 2013 Pemerintah Indonesia memang aktif mengembangkan dan memperbarui kurikulum pendidikan dalam beberapa dekade terakhir. Tujuannya mulia ialah menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan zaman, kebutuhan industri, dan tuntutan abad ke-21. Kurikulum Merdeka, misalnya, menekankan pada pembelajaran berbasis proyek, penyesuaian dengan minat siswa, dan fleksibilitas guru dalam mengajar.

Dalam laporan terbaru, disebutkan bahwa pada 2023 terdapat ±1,6 juta guru yang belum tersertifikasi sebagai pendidik profesional, berdasarkan jumlah guru honorer dan PPPK yang belum memiliki sertifikat pendidik. Sebagian besar guru belum mendapatkan pelatihan komprehensif terkait implementasi Kurikulum Merdeka. Bahkan, masih banyak guru yang belum familiar dengan istilah-istilah seperti differentiated learning, CP (Capaian Pembelajaran), dan projek penguatan profil pelajar Pancasila.

Kesenjangan kualitas pendidik antara wilayah perkotaan dan pedesaan juga sangat mencolok. Di kota besar, akses terhadap pelatihan dan teknologi cukup mudah, sementara di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), banyak guru masih mengandalkan metode ceramah konvensional dan belum memahami pendekatan student-centered.

Prof. Suyanto, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhammadiyah sekaligus pakar pendidikan nasional, menegaskan bahwa keberhasilan kurikulum sangat ditentukan oleh kualitas guru sebagai pelaksananya di lapangan. Menurutnya, sehebat apapun dokumen kurikulum yang disusun, tidak akan berarti tanpa didukung oleh guru yang kompeten dan adaptif terhadap perubahan zaman.

 “Bila guru tidak mengikuti perkembangan IPTEK di abad dua puluh satu ini, maka guru akan tertinggal dan tidak mampu bertahan di era inovatif serta kreatif ini.”- Dikutip dari PWM Jateng dalam Workshop Guru Profesional di Hotel Atria, Kota Magelang, Sabtu (13/10/2018),

Hal ini selaras dengan temuan dari The World Bank (2022) yang menyebutkan bahwa peningkatan kompetensi guru memberikan dampak signifikan terhadap hasil belajar siswa, lebih besar daripada sekadar mengganti kurikulum atau menambah jam pelajaran.

Di era digital seperti sekarang, guru tidak hanya dituntut cakap mengajar secara luring, tapi juga mampu memanfaatkan teknologi digital dalam pembelajaran. Pandemi COVID-19 mempercepat peralihan ini. Guru dipaksa belajar mengoperasikan platform daring, membuat konten digital, hingga membangun interaksi secara virtual.

Namun, tantangannya adalah bagaimana membuat transformasi ini berkelanjutan. Banyak guru kembali ke metode lama ketika pembelajaran tatap muka kembali diberlakukan, karena belum ada sistem pelatihan yang masif dan berkesinambungan untuk penguatan digital literasi guru.

Akhirnya, Kualitas Guru adalah Kualitas Masa Depan Bangsa Ketika kita berbicara tentang kualitas pendidikan, maka sebenarnya kita sedang berbicara tentang masa depan bangsa. Dan masa depan itu sangat ditentukan oleh seberapa berkualitas para pendidiknya hari ini. Kurikulum bisa berubah-ubah, tetapi komitmen dan kompetensi guru adalah kunci keberlanjutan pendidikan. Sudah saatnya kita berhenti menyalahkan sistem kurikulum semata, dan mulai membenahi akar persoalan, seperti; peningkatan kualitas pendidik secara serius dan menyeluruh. Karena sebagaimana pepatah bijak dari buku yang berjudul The Education of Henry Adams 1907 menyebut:

"A teacher affects eternity; he can never tell where his influence stops."

Konteks yang ditemui dalam edisi buku tersebut mencerminkan refleksi Adams sebagai asisten profesor muda di Harvard, yang menyadari bahwa pengaruh seorang pengajar dapat melampaui waktu dan ruang, membentuk pemikiran dan kehidupan orang lain jauh setelah ajarannya selesai di sampaikan. Frasa legendarisnya ini kemudian diadopsi secara luas sebagai slogan penghargaan terhadap peran guru baik di lingkungan sekolah maupun akademis.

(Foto by: iqra.republika.co.id)

Diberdayakan oleh Blogger.